☄️ Aktivitas Pertanian Padi Dan Jagung Di Laos Berpusat Di Wilayah
Hasilpertaniannya adalah padi jagung dan karet. Peran Masyarakat dalam Aktivitas Ekonomi Dengan luas wilayah 181035 km2 mata pencaharian sebagian besar penduduk Kamboja bertani buruh dan mencari ikan. Kamboja merupakan negara monarki yang terletak di Asia Tenggara dengan ibukotanya Phnom Penh.
KiprahDinas Pertanian Tanaman Pangan Aceh (2011), memperlihatkan bahwa produksi padi, jagung dan kedelai, hingga saat ini masih tetap mendapat prioritas penanamannya dengan produksi terus
SungaiKuning atau Hwang-Ho bersumber di daerah Pegunungan Kwen Lun di Tibet. Setelah melalui daerah Pegunungan Cina Utara, sungai panjang yang membawa lumpur kuning itu membentuk dataran rendah Cina dan bermuara di Teluk Tsii-Li di Laut Kuning. Sedang di dataran tinggi sebelah selatan mengalir Sungai Yang Tse Kiang yang berhulu di Pegunungan
Padaartikel ini kita akan mencoba untuk memahami arti dari sebuah kata "penduduk." Dengan melihat contoh-contoh kalimat yang dibangun dengan kata tersebut. Seperti kita ketahu, arti dan makna sebuah kata tidak sama pada kalimat-kalimat yang berbeda, artinya sebuah kata dapat berbeda makna dalam berbagai kalimat.
Sektorpertanian mempunyai arti yang sangat penting bagi masyarakat dan sangat berarti untuk menopang perekonomian negara di Asia Tenggara. Raja Bhumibol Adulyadej dari Thailand mengibaratkan “agriculture is the human life” (RRI & DOA, 2004: 30), yang dapat diartikan bahwa kehidupan masyarakat sangat tergantung dari sektor pertanian.
Welfaree. Syariah 64. Tidak seluruh wilayah di muka bumi dapat dihuni oleh beraneka flora dan fauna. Berdasarkan hasil penelaahan kondisi fisik wilayah, diperkirakan hanya sekitar 1/550 bagian dari muka bumi yang berpotensi sebagai lingkungan hidup. Beberapa faktor yang mempengaruhi persebaran flora dan fauna di muka bumi antara lain: a.
Gb1.1 Kegiatan pertanian di negara berkembang dibantu dengan alat tradisional, sedangkan di negara maju. dilakukan dengan mesin. Salah satu ciri dari negara berkembang adalah sebagian besar masyarakatnya. bekerja sebagai petani. Kegiatan pertanian yang dilakukan masih menggunakan. peralatan tradisional, dan mengandalkan tenaga hewan dan manusia.
MasyarakatCina umumnya bercocok tanam gandum, padi, teh, jagung, dan kedelai. Kekuasaan negara berpusat di tangan kaisar, sehingga kaisar campur tangan dalam segala urusan politik praktis. Penyebaran dakwah Islam di wilayah Georgia sempat terhenti pada tahun 1122 M, ketika Raja David IV merebut ibukota Tbilisi dari Kekhilafahan Islam
Songennepmenurut arti etimologis (asal-usul kata), yaitu :Song berarti relung, geronggang (bahasa Kawi), Ennep berarti mengendap (tenang). Jadi, Songennep berarti lembah bekas endapan yang tenang. Selain itu ada juga yang mengartiikan bahwa Song berarti sejuk, rindang, payung. Ennep berarti mengendap (tenang).
. Negara Laos berada di kawasan benua Asia tepatnya di Asia Tenggara, termasuk negara yang tidak memiliki wilayah laut atau lebih dikenal sebagai negara pedalaman. Negara ini dikelilingi oleh beberapa negara yakni Republik Rakyat Tiongkok, negara Kamboja, negara Thailand, negara Myanmar, dan negara begitu Laos termasuk negara dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup cepat. Hal ini disebabkan karena potensi sumber daya alamnya yang cukup melimpah serta pemerintahannya yang cukup ambisius dalam membangun reformasi tentang sumber daya alam, negara Laos mempunyai potensi yang amat beragam bahkan salah satunya menjadi andalan negara atau dapat dikatakan penyumbang pendapatan terbesar. Apa sajakah sumber daya alam yang dimiliki oleh negara Laos, berikut daftarnyaHasil PertanianNegara Laos terkenal akan hasil pertaniannya yang amat baik, tidak heran jika sektor pertanian menjadi andalan bagi negara ini dan menyerap tenaga kerja paling banyak. Kegiatan pertanian banyak dilakukan di sekitar dataran rendah atau di dekat lembah sungai pertanian utama negara Laos adalah padi. Meskipun begitu, sektor pertanian lainnya juga menghasilkan beberapa produk pertanian seperti jagung, kapas, tembakau, kopi, ubi, tebu dan juga buah yang dihasilkan sebagian besar dimanfaatkan sebagai makanan pokok bagi penduduk Laos. Namun seiring berjalannya waktu petani di Laos mengalami penurunan akibat adanya kebijakan pemerintah untuk menanam tanaman selain padi, kopi juga menjadi andalan bagi Laos dengan daerah paling banyak melakukan budidaya yakni di Paksong, dataran tinggi Bolaven. Jenis kopi Robusta dan Arabika menjadi varietas yang paling banyak ditanam oleh petani, bahkan kopi dari Laos terutama Arabika cukup terkenal di dunia HutanHutan yang dimiliki oleh negara Laos sangat luas atau sekitar 55% dari total luas wilayah negaranya sendiri. Sama seperti hutan yang ada di negara Indonesia atau Malaysia, hutan milik Laos termasuk hutan hujan tropis, namun di beberapa tempat dapat ditemukan hutan bambu dan hutan pegunungan dan perbukitan menjadi tempat yang paling banyak ditutupi oleh hutan. Adapun jenis pohon yang paling banyak ditemukan di hutan Laos yakni pohon kayu besi, kayu merah, jati dan juga pula kayu cendana dan beberapa jenis kayu lainnya yang tidak hanya dimanfaatkan untuk kebutuhan dalam negeri saja namun juga telah banyak diekspor ke sejumlah negara guna meningkatkan pendapatan pertambangan juga menjadi salah satu sumber daya alam lainnya yang dimiliki oleh negara Laos. Bahkan sektor ini banyak diminati oleh para investor luar dengan 3 komoditas mineral utamanya berupa emas, tembaga, dan batu di Laos mulai diminati oleh investor asing sejak abad 21 dan terus mengalami perkembangan hingga saat ini. Selain ketiga mineral di atas, hasil tambang Laos juga menghasilkan jenis mineral lain seperti timah dan dua tempat tambang paling penting di Laos yakni Tambang Sepon dan Tambang Hongsa. Tambang Sepon terkenal sebagai tambang penghasil emas dan termasuk sebagai jajaran tambang emas terbesar di dunia dengan total cadangan emas diperkirakan mencapai 7,6 juta menjadi sebuah negara land lock, nyatanya negara Laos dapat memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia dengan sangat baik, salah satunya dengan menjadikan danau besar di Luang Prabang sebagai sumber pasokan listrik negara Laos menjadi satu-satunya negara di ASEAN yang memberikan masyarakatnya listrik secara gratis terutama bagi rakyat miskin. Produksi listrik Laos dapat dikatakan over supply sebab pemakaian dalam negeri hanya sekitar 30%, sehingga pemerintah memutuskan untuk melakukan ekspor listrik ke negara mengekspor listrik ke negara Myanmar, Thailand, Vietnam dan juga China bagian selatan. Bahkan perusahaan listrik dari Jepang, Kansai Electric Power menjadi salah satu investor asing yang tertarik melakukan investasi di prediksi pada tahun 2020 kerja sama dengan negara Jepang ini dapat menghasilkan 10 juta kWh setelah ditambah 40 pembangkit listrik baru. Dapat dipastikan Laos menjadi power house listrik terbesar di Asia bahkan di AlamPemerintah Laos juga memanfaatkan pemandangan alam Laos menjadi tempat wisata yang mampu menarik banyak orang termasuk turis luar negeri, salah satunya dengan memanfaatkan Sungai Mekong. Sebelumnya Sungai Mekong hanya dimanfaatkan sebagai jalur perdagangan antara Laos dengan negara-negara di sekitar Sungai Mekong, tempat lain yang mempunyai pemandangan indah terdapat di air terjun Kuang Si dan Guang Pak Ou. Kedua tempat tersebut juga menjadi incaran para wisatawan asing saat berkunjung ke pariwisata memiliki peran yang besar terhadap peningkatan pendapatan negara bahkan menjadi devisa terbesar kedua di Laos. Berdasarkan data dari pemerintah Laos, sektor pariwisata menjadi sektor dengan tingkat pertumbuhan paling cepat dibandingan dengan sektor lain yang menjadi unggulan heran jika pemerintah Laos terus berupaya meningkatkan investasi di sektor ini dengan mempromosikannya di beberapa negara di dunia.
ArticlePDF AvailableAbstractCambodia is one of the ten largest rice exporting countries in the world market. Although its reputation is not as great as those of Thailand and Vietnam, the growth of rice production and export is worth to be reckoned. In one decade, an increase of rice production by nine percent per year was followed by an increase of rice export each year. This proves that Cambodia has succeed to struggle from its adversity due to war and colonialism. However, it cannot be denied that Cambodia still faces diverse obstacles in increasing rice production. With all of its limitations, Cambodia has tried to use its resources and collaboration networks as the means to address those obstacles. By looking at the historical and sociological aspects, this study provides a comprehensive picture of rice development in Cambodia, which places more emphasis on recent obstacles and efforts in rice farming. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Presilla Mayasuri, Rucianawati dan Dina Srirahayu Ringkasan Hasil Penelitian .. 109117RINGKASAN HASIL PENELITIAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PADI DI KAMBOJA1RESEARCH SUMMARY RICE AGRICULTURAL DEVELOPMENT IN CAMBODIAMayasuri Presilla1, Rucianawati2, Dina Srirahayu3Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesiae-mail1m_presilla 2rucianawati 20-5-2019 Direvisi 26-10-2019 Disetujui 26-10-2019ABSTRACTCambodia is one of the ten largest rice exporting countries in the world market. Although its reputation is not as great as those of Thailand and Vietnam, the growth of rice production and export is worth to be reckoned. In one decade, an increase of rice production by nine percent per year was followed by an increase of rice export each year. This proves that Cambodia has succeed to struggle from its adversity due to war and colonialism. Ho-wever, it cannot be denied that Cambodia still faces diverse obstacles in increasing rice production. With all of its limitations, Cambodia has tried to use its resources and collaboration networks as the means to address those obstacles. By looking at the historical and sociological aspects, this study provides a comprehensive picture of rice development in Cambodia, which places more emphasis on recent obstacles and eorts in rice farming. Keyword Agricultural development, Collaboration network, Cambodia, Rice FarmingABSTRAKKamboja merupakan satu dari sepuluh negara pengekspor beras terbesar di pasar dunia. Walaupun prestasinya belum segemilang Thailand dan Vietnam, pertumbuhan produksi dan ekspor komoditas beras di Kamboja patut diperhitungkan. Peningkatan produksi beras sembilan persen per tahun yang kemudian diikuti dengan peningkatan jumlah ekspor beras setiap tahunnya dalam kurun waktu satu dekade belakangan ini telah membuktikan bahwa Kamboja memang telah mampu bangun dari keterpurukannya akibat perang dan penjajahan. Namun, tidak dipung-kiri bahwa Kamboja juga masih menghadapi berbagai macam kendala dalam peningkatan produksi beras. Dengan segala keterbatasan yang dimiliki, Kamboja berusaha untuk menggunakan kekuatan sumber daya dan jaringan yang dimiliki untuk menjawab hambatan-hambatan tersebut. Dengan melihat dari aspek sejarah dan sosiologi, studi ini memberikan gambaran yang komprehensif tentang perkembangan pertanian padi di Kamboja, serta berbagai 1 Tulisan ini merupakan hasil penelitian P2SDR-LIPI tahun 2014. Tim peneliti terdiri dari Mayasuri Presilla, Rucianawati, dan Dina / 2502-566X ©2019 Jurnal Kajian is an open access article under the CC BY-NC-SA license Number RISTEKDIKTI 34/E/KPT/2018Jurnal Kajian Wilayah 10 2019 109-124JURNAL KAJIAN WILAYAHp-ISSN 2087-2119e-ISSN 2502-566x 110 Jurnal Kajian Wilayah, Vol. 9 2018 hambatan dan usaha yang dilakukan untuk membangun sektor pertanian di Kamboja pada saat kunci Jaringan Kerjasama, Kamboja, Pembangunan pertanian, Pertanian padiPENDAHULUANKamboja adalah negara di Asia Tenggara yang merupakan salah satu pengekspor beras terbesar di dunia. Namun, tidak seperti halnya beras Thailand dan Vietnam, beras Kamboja belum begitu dikenal luas. Bila melihat sejarahnya, Kamboja memang pernah berjaya di posisi lima besar di pasar beras internasional pada awal era 1960-an. Namun, berkecamuknya perang saudara dan isolasi politik yang terjadi awal dekade 1970-an membuat produksi beras menurun menjadi di bawah ton pada tahun 1974/1975. Angka ini jauh dari jumlah kebutuhan dalam negeri. Selanjutnya, stagnasi produksi beras terjadi seiring dengan berkuasanya rezim Khmer Merah dan invansi Vietnam. Akibatnya kelaparan merajalela Chandler, 1998, yang kemudian memaksa negara ini mengimpor beras selama lebih dari dua dekade Baldwin, 2009. Seiring dengan mulai stabilnya kondisi politik negara Kamboja di awal 1990an, banyak penduduk terutama di daerah pedesaan kembali menggarap lahan pertaniannya USDA, 2010. Beberapa tahun belakangan ini, pertanian padi mengokupasi seluas 80% dari 14,9 juta hektar lahan pertanian di Kamboja, yang membuat peningkatan jumlah produksi beras sebesar dua kali lipat dari tahun-tahun sebelumnya Chandler, 1998. Pada tahun 2010 Kamboja berhasil memproduksi beras sebanyak 8,25 juta ton, dan terus meningkat menjadi 8,8 juta ton pada tahun 2011 VOA Cambodia 2012; Asean Aairs 2011 dan 9,31 juta ton pada tahun 2012 Kompas, 2013. Dengan adanya peningkatan produksi beras yang tinggi, Kamboja mendapatkan surplus beras yang cukup besar. Sebenarnya, surplus beras telah dinikmati negara ini semenjak tahun 1995/1996, namun ekspor beras baru gencar dilakukan pada tahun 2000/2001. Pada tahun 2011, Kamboja bisa mengekspor sebanyak ton VOA Cambodia, 2012. Pada tahun 2012, walaupun kecil, Kamboja bisa menaikkan ekspornya menjadi ton Phnom Penh Post, 2013. Selanjutnya, Kementerian Perdagangan Kamboja merilis bahwa pada tahun 2013, negara ini telah mengekspor sekitar ton beras. Artinya, telah terjadi peningkatan sebesar 51% dibandingkan dengan masa sebelumnya VOV5, 2014. Surplus beras yang didapatkan Kamboja memberikan beberapa keuntungan. Dari sisi petani, surplus beras dapat meningkatkan pendapatan mereka. Di sisi pemerintah, surplus beras memungkinkan pemerintah untuk melakukan ekspor ke mancanegara. Semakin besar jumlah ekspor, semakin besar pendapatan yang diterima negara. Pada tahun 2007, ekspor beras memberikan kontribusi lebih dari 10% dari nilai total ekspor IMF 2009 ; Yu Presilla Mayasuri, Rucianawati dan Dina Srirahayu Ringkasan Hasil Penelitian .. 111& Diao, 2011. Kementerian Perdagangan Kamboja menyatakan bahwa ekspor beras sampai dengan akhir tahun 2012 telah menghasilkan 132 juta dollar AS Kompas, 2013. Hal inilah yang semakin menguatkan niat pemerintah Kamboja untuk terus meningkatkan surplus produksi berasnya. Ekspor beras sebanyak 1 juta ton merupakan target pemerintahan Perdana Menteri Hun Sen pada tahun 2015 VOA Cambodia, 2012. Secara kualitas, beras Kamboja masuk ke dalam kategori beras dengan kualitas premium. Salah satu varietas yang terkenal adalah Phka Rumduol Phka Malis atau dikenal juga dengan Cambodia Jasmine Rice. Jenis ini hampir sama dengan beras wangi dari Thailand. Selama tiga tahun berturut-turut, dari tahun 2012 hingga 2014, varietas tersebut memenangkan predikat sebagai beras terbaik di dunia. Dengan kualitas yang tinggi, Kamboja dapat mengekspor berasnya ke sekitar 52 negara di dunia. Lima negara utama pengimpor beras Kamboja adalah Polandia, Perancis, Thailand, Malaysia, dan Cina Antara, 2013. Menariknya, Thailand dan Vietnam yang merupakan pengekspor beras nomor satu dan dua terbesar di dunia juga mengimpor beras Kamboja. Selama lebih dari dua dekade Kamboja telah menjadi pemasok gabah ke Thailand dan Vietnam. Gabah tersebut kemudian digiling menjadi beras, dikemas ulang, dan diekspor ke negara-negara maju Cambodia Organik, 2011. Ketertarikan akan beras Kamboja juga melanda Indonesia yang merupakan negara agraris dan salah satu penghasil beras terbesar di Asia. Pada tahun 2012, Pemerintah Indonesia yang kala itu diwakili oleh Menteri Perdagangan Gita Wiryawan telah menandatangai nota kesepahaman MoU yang di dalamnya memuat kesepakatan bahwa Kamboja akan memasok minimal ton beras ke Indonesia dalam setahun Kompas, 2012. Tidak hanya Indonesia, Brunei Darussalam pun tertarik membeli beras Kamboja. Kontrak satu tahun untuk membeli ton beras wangi dari Kamboja telah ditandatangani oleh pemerintah negara ini Antara, 2013. Namun, dibalik keberhasilan produksi dan ekspor beras, sektor pertanian padi Kamboja masih menyimpan sejumlah persoalan. Pertama adalah infrastruktur, utamanya saluran irigasi. Hingga saat ini, ketersediaan saluran irigasi yang memadai bagi pertanian padi di Kamboja masih menjadi masalah yang besar. Pada tahun 2003, jumlah lahan yang teririgasi hanya sebesar 7,3 persen dari keseluruhan luas lahan garapan Sareth & Yasunobu, 2006 dan pada tahun 2009 CEDAC melaporkan bahwa dari sekitar skema irigasi, hanya 6 % yang berfungsi dengan baik, sedangkan 62 % selebihnya tidak berfungsi Johnston, Try, & de Silva, 2013. Jumlah lahan teririgasi bertambah menjadi 31,6 persen di tahun 2010, namun belum bisa mengubah ketergantungan yang tinggi pada besarnya curah hujan. Dengan demikian, kapasitas untuk produksi beras berkurang selama musim kemarau Sothorn, Chhun, Theng & Sovannarith, 2011. Kondisi ini ditambah dengan sering terjadinya kekeringan di pertengahan musim hujan 112 Jurnal Kajian Wilayah, Vol. 9 2018 dan banjir di akhir musim hujan di beberapa provinsi penghasil utama beras, yaitu Prey Veng, Takeo, Kampong Cham, Kampong Thom, Battambang, Banteay Meanchey dan Provinsi Siem Riep. Oleh karena itu, Kamboja memerlukan sistem irigasi yang baik sebagai asuransi untuk menghasilkan panen sebagaimana yang diharapkan Bansok, Phirun, & Chhun, 2011.Selain saluran irigasi, keberadaan mesin penggilingan padi adalah persoalan infrastruktur lain yang dialami Kamboja. Secara jumlah maupun kualitas, mesin penggilingan padi yang dimiliki masih sangat kurang memadai. Kurang dari 60% beras yang dihasilkan menjadi berukuran kecil atau bahkan hancursehingga tidak layak untuk dijual, terutama keluar negeri. Dampaknya adalah kerugian besar bagi petani Nesbitt, 1997. Kondisi ini diperburuk dengan kurangnya kapabilitas dan pengetahuan sumber daya manusia dalam menggunakan alat penggilingan, sehingga membuat banyak petani Kamboja, khususnya yang berada di daerah perbatasan, lebih memilih untuk menjual padi mereka dalam kondisi mentah tanpa digiling dengan harga yang rendah, atau mereka lebih memilih menggilingkan padi mereka ke negara tetangga, seperti Thailand dan Vietnam yang memiliki alat penggilingan yang lebih canggih. Persoalan kedua yang dihadapi Kamboja dalam memproduksi beras adalah masalah sumber daya manusia. Sebagaimana yang terjadi di negara lainnya, jumlah petani padi di Kamboja semakin menurun jumlahnya karena generasi muda di pedesaan yang lebih memilih bermigrasi ke kota untuk mendapatkan pekerjaan di sektor selain pertanian. Arus informasi dan komunikasi yang semakin modern dan kemajuan di bidang pendidikan telah mengikis dan merubah pola pikir dan orientasi penduduk Kamboja, khususnya generasi muda. Mereka tidak lagi tertarik menjadi petani karena profesi tersebut diasosiakan sebagai pekerjaan yang berat dan tidak prestise karena penghasilan yang kecil dan musiman. Sebaliknya, mereka akan menerima upah bulanan yang jumlahnya lebih besar apabila mereka bekerja di pabrik sebagai buruh. Masalah sumber daya manusia di sektor pertanian tidak berhenti sampai di situ karena Kamboja juga mengalami masalah kurangnya kapabilitas petani dalam menyerap informasi-informasi terbarukan dan hal ini sedikit banyak mempengaruhi kegiatan produksi beras Nesbitt, 1997. Sementara itu, penyuluh pertanian yang seharusnya menjadi ujung tombak transfer pengetahuan jumlahnya juga masih minim. Dengan demikian, tidak terjadi kesinambungan atau keberlanjutan transfer pengetahuan kepada petani Theng & Flower, 2013. Lahan adalah hambatan lainnya yang juga dihadapi oleh Kamboja dalam peningkatan produksi beras Kamboja, yang ujungnya berdampak pada kemiskinan Theng & Flower, 2013. Banyak petani Kamboja yang tidak memiliki lahan untuk dibudidayakan, dan banyak pula lahan besar menganggur yang sudah dialokasikan untuk konsensi lahan ekonomi Economic Land Presilla Mayasuri, Rucianawati dan Dina Srirahayu Ringkasan Hasil Penelitian .. 113Consession/ELCs. Lahan informal yang dimiliki oleh petani miskin, berpeluang untuk diambil oleh ELCs karena petani tidak memiliki hak kepemilikan. Di sisi lain, keberadaan ELC memang memberikan dampak terhadap perekonomian pedesaan, tetapi karena kurangnya peraturan yang jelas maka terjadi ketidakesiensian ekonomi pedesaan yang memperparah kemiskinan, dan dapat menjadi sumber kerusuhan sosial. Masalah ketidakamanan kepemilikan harta oleh petani Kamboja lebih banyak terjadi di daerah pinggiran. Aktor yang berkuasa memiliki peluang yang besar untuk mengusir petani, mengambil dan mengakui lahan diamati Kamboja memang memiliki sejumlah persoalan yang cukup serius dalam sektor pertanian padinya. Namun di sisi lain, realitas menunjukkan bahwa produksi dan ekspor beras negara ini terus mengalami peningkatan. Jelas ini merupakan dua hal yang bertolak belakang. Namun, secara implisit ini menunjukkan keseriusan Kamboja dalam membangun sektor pertanian padi. Inilah yang menjadi inti dari pembahasan dalam tulisan ini. Analisis pembahasan dilakukan dengan melihat beberapa model pembangunan sektor pertanian, seperti Diusion Model yang menggabungkan bidang ekonomi dan pertanian dengan memandang pentingnya riset dan transfer teknologi; High Pay-o Input Model yang melihat pentingnya modernitas input dalam produktivitas pertanian Hayami & Ruttan, 1985; dan Induced Innovation Model yang pengembangannya dilakukan dengan cara melihat keterbatasan yang dilmiliki di setiap negara melalui penggunaan teknologi atau inovasi-inovasi pada institusi riset Ruttan, 1998. Dengan semakin berkembangannya ilmu pengetahuan, penggabungan beberapa model pembangunan di sektor pertanian di suatu negara adalah sesuatu yang perlu untuk dilakukan. Dengan menggunakan analisis penggabungan model, kesuksesan Kamboja dalam produksi berasnya dapat tergambar secara holistik dalam studi ini. SEJARAH PERTANIAN PADI DI KAMBOJASejarah pertanian padi di Kamboja dapat dilacak sejak ribuan tahun yang lalu. Helmers 1997, mencatat bahwa para petani di Kamboja telah menanam padi tadah hujan setidaknya sejak 2000 tahun yang lalu. Terdapat beberapa manuskrip yang menggambarkan tentang komunitas pertanian sepanjang pemerintahan kerajaan, sebagaimana terdapat pada Candi The Phimean Akas, Ta Prohm, dan Preah Khan pada masa pemerintah Raja Jayavarman VII pada tahun 1181-1221 SM. Pada manuskrip itu dituliskan bahwa Raja Jayavarman VII secara teratur menyalurkan bantuan berupa beras sebanyak ribuan ton kepada pekerja danpasien di rumah-rumah sakit setiap tahunnya Nhean, 2014. Pada periode Angkorian, antara abad 9 dan 14 Masehi, terjadi pergeseran pusat populasi Khmer dari barat laut ke wilayah Danau Tonle Sap, dan kekuatan ekonomi Angkor terletak pada pertanian padi. Namun, sistem produksi 114 Jurnal Kajian Wilayah, Vol. 9 2018 beras pada periode ini memunculkan dua pandangan. Pertama, Angkor memperoleh kekuatannya melalui inovasi pada teknologi pengairan. Inti dari sistem irigasi adalah keberadaan waduk-waduk dan kanal di sekitar Angkor Wat. Pandangan yang kedua melihat waduk-waduk itu ditujukan untuk kepentingan seremonial dan simbolik. Sementara itu, ekonomi beras pada Kerajaan Angkorian terjadi karena adanya ekspansi lahan pertanian padi, jumlah petani padi yang dikenakan pajak, dan adanya inovasi pada kontrol dan penggunaan tenaga kerja secara massal Helmers, 1997. Namun, apa pun perbedaan pandangan keduanya, kemakmuran Kamboja serta aktivitas pengerjaan sawah penduduk pada masa itu, tergambar jelas pada relief-relief Angkor Wat yang dibangun pada pemerintahan Raja Suryawarman II 1113-1150 M Butwell, 1988. Mengenai irigasi, sejarah mencatat bahwa pada abad 12 dan 13 Masehi Kamboja telah dibangun sistem irigasi yang cukup modern, yang mampu mengairi lebih dari lima juta hektar lahan pertanian. Jumlah ini cukup besar dibanding pada masa kini di mana di Kamboja terdapat sekitar empat juta hektar lahan pertanian. Keberadaan sistem irigasi modern tersebut pada masa lalu dapat dilihat dari keberadaan waduk-waduk yang mengelilingi Ibukota Angkorian. Di sebelah barat terdapat Waduk Barat yang memiliki luas dua kilometer, panjang tujuh kilometer, dan kedalaman antara empat hingga enam meter. Di sebelah timur, terdapat Waduk Jaya Tadak, sedangkan di sebelah utara terdapat Waduk Intra Tadak. Jauh dari area Angkor, terdapat pula banyak waduk. Di sekitaran waduk-waduk tersebut, terhampar lahan-lahan pertanian padi yang ditanam oleh masyarakat sekitar dan panen dapat dilakukan dua hingga tiga kali setiap tahunnya. Ini membuktikan bahwa kepandaian orang-orang Khmer dalam memproduksi beras telah ada sejak lama. Keberadaan waduk dan sistem irigasi yang dibuat memberikan peningkatan pada hasil produksi beras Nhean, 2014. Keberadaan waduk sebagai sistem irigasi pertanian juga dituliskan oleh salah seorang diplomat Cina, Chiv Ta Guan, yang datang mengunjungi Kota Angkor pada abad ke-13 1296-1297. Kondisi Kota Angkor dengan beberapa waduk yang mengelilinginya dituliskan dalam bukunya yang berjudul The Customs of Cambodia. Pengabadian Angkor sebagai ibukota dan juga sebagai pusat populasi terjadi pada abad ke 15 hingga 17 Masehi. Pusat populasi Khmer kembali ke wilayah tenggara, dan basis ekonomi kembali ke perdagangan produk-produk hutan melalui sungai yang berpusat di ibukota baru di wilayah Phnom Penh. Pada abad selanjutnya, kehidupan masyarakat dipenuhi dengan perang, pemberontakkan, dan kekerasan. Seperti penuturan Chandler, hal ini terjadi karena adanya pertempuran antara pasukan Thailand, Vietnam, dan Kamboja yang bertempur di wilayah Kamboja, yang menyebabkan hancurnya desa-desa, terbunuh dan tergusurnya penduduk desa, dan rusaknya daerah pertanian Helmers, 1997. Namun pada masa pra-kolonial ini, pasokan pangan tetap mencukupi kebutuhan Presilla Mayasuri, Rucianawati dan Dina Srirahayu Ringkasan Hasil Penelitian .. 115masyarakat yang jumlahnya masih sedikit. Selain dari pertanian padi, pangan juga didapatkan dari hutan dan sungai. Untuk pertanian padi sendiri, petani-petani banyak mengadopsi teknologi pertanian dari India. Pada masa itu pula, menurut Tichit para petani melakukan berbagai macam variasi dalam pertanian padi dengan beragam varietas Helmers, 1997. Namun, pada masa ini pula petani-petani Khmers menghadapi tiga ancaman utama yang berdampak pada ketahanan pangan, yaitu ketidakpastian lingkungan untuk pertanian padi tadah hujan, pemungutan pajak negara untuk beras dan tenaga kerja petani, serta dampak yang ditimbulkan dari perang pada produksi beras dan petani padi. Selanjutnya, Kamboja memasuki periode kelaparan dan penyakit, yang terjadi pada masa kolonialisasi Perancis yang dimulai pada tahun 1863. Kebijakan-kebijakan pembangunan pertanian yang dibuat oleh pemerintah kolonial ditujukan untuk ekspor, terutama beras dan hewan ternak, guna memenuhi pasokan pada fasiltas pengolahan pertanian dan sistem perdagangan ekspor internasional Perancis yang berpusat di Saigon, Cina. Di sini, Kamboja dijadikan sebagai pemasok bahan mentah dengan harga yang murah. Untuk itu, Perancis memberlakukan dua strategi pada komoditas beras. Pertama, melakukan penanaman padi dalam skala besar dengan metode yang modern, yang berada di bawah kendali orang-orang Perancis yang ada di Kamboja. Penanaman dilakukan di tanah konsesi seluas Ha di Provinsi Battambang. Untuk mendukung sistem ini, pemerintah mengambil tenaga kerja dibayar dengan sistem upah. Pemerintah kolonial juga menyediakan berbagai infrastruktur, seperti sistem irigasi pusat penelitian benih dan pupuk, rel kereta yang menghubungkan Battambang dengan Phnom Penh, serta transportasi sungai dari Phnom Penh ke Saigon. Hal ini dilakukan sampai dengan tahun 1950-an. Kedua, melakukan penanaman padi dalam skala kecil, yang dilakukan oleh hampir seluruh petani Khmer di seluruh Kamboja dengan menggunakan metode tradisional. Selama periode kolonialisasi, total area yang dimiliki oleh petani kecil bervariasi, antara 0,5 dan 1,5 juta Ha. Pada sistem yang kedua ini, pemerintah kolonial memperoleh beras untuk ekspor bukan melalui kemajuan teknologi, tetapi dengan bergantung pada pajak dan ekspansi lahan pertanian seiring dengan meningkatnya populasi. Dengan alasan ketidakmampuan petani kecil untuk menguasai inovasi, pemerintah kolonial sengaja tidak melakukan investasi dan tidak membangun infrastruktur dan kapasitas petani Khmer. Akibatnya, menurut Tichit panen beras pada sistem ini berada di angka stagnan 1 ton per Ha selama 50 tahun Helmers, 1997. Khusus untuk pajak, pemerintah kolonial menerapkan pajak yang lebih tinggi untuk beras, tenaga kerja, dan uang tunai kepada petani di Kamboja dibandingkan dengan petani lainnya di Indocina Perancis Vietnam dan Laos. Pajak beras merupakan sumber pendapatan terbesar dari pemerintah pada saat itu Helmers, 1997. 116 Jurnal Kajian Wilayah, Vol. 9 2018 Dengan berbagai kebijakan pada pertanian padi dan beras, pemerintah kolonial Perancis dapat melakukan ekspor beras sebanyak hingga ton per tahun dari awal 1900-an hingga awal 1950-an sebagaimana yang ditururkan oleh Tichit Helmers, 1997. Besarnya jumlah ekspor tersebut membuat Kamboja menempati posisi sebagai pengekspor beras ketiga terbesar di dunia pada tahun 1940. Prud’Homme mengungkapkan luas lahan pertanian bertambah 340% menjadi 1,7 juta Ha Helmers, 1997. Namun, Kamboja mengalami kekacauan ekonomi pada 1946-1953 akibat persoalan keamanan yang disebabkan oleh perjuangan kemerdekaan melawan kolonialisasi Perancis Helmers, 1997. Akhirnya, Kamboja memperoleh kemerdekaan politik dari kolonialisasi Perancis pada tahun 1953, dan ini memberikan dampak positif terhadap pembangunan nasional. Dari tahun 1955 sampai dengan 1963, pemerintah Kamboja secara ambisius menetapkan sejumlah program pembangunan. Terkait dengan beras, pemerintah mengambil alih dan mengontrol lahan pertanian padi warisan kolonialisasi Perancis di Provinsi Battambang. Dengan bantuan dari The United States Agency for International Development USAID, Pemerintah Kamboja melakukan banyak perbaikan pada infrastruktur pengairan nasional di beberapa provinsi seperti Siem Reap, Kampong Cham, Kandal, dan Kampot. Bantuan USAID lainnya yaitu pendirian enam stasiun penelitian padi. Perbaikan pada sumber daya manusia juga dilakukan oleh pemerintah Kamboja. Khusus dalam bidang pertanian, pemerintah memberikan pelatihan agronomi bagi staf pemerintah, yang kemudian ditempatkan di beberapa provinsi. Pada periode ini pula, lahan pertanian meningkat luasnya menjadi 2,2 juta Ha, dan produksi beras meningkat menjadi 2,3 juta ton. Ekspor beras pun mencapai level ton meskipun beras giling yang dihasilkan adalah beras dengan kualitas rendah. Pada tahun 1964 dan 1965, produksi beras sebanyak 2,5 juta ton dan 2,7 juta ton, menyebabkan eskpor beras melampaui angka ton. Namun, stagnasi produksi beras mulai terjadi pada tahun 1969 yang diakibatkan oleh teknologi pertanian masih tradisional dan irigasi skala besar yang tidak menyebar di seluruh wilayah, pemakaian pupuk dan pestisida yang minim, lemahnya jasa penyuluhan dan kredit, kurangnya staf teknis dan manajemen yang terampil, belum tersebarnya mekanisasi pertanian, dan belum tersedianya hasil penelitian Helmers, 1997.Periode selanjutnya merupakan periode penurunan produksi beras. Pada tahun 1970-1975, Kamboja terlibat penuh dalam perang Indochina ke-2, yaitu antara Khmer Merah dan Pasukan Komunis Vietnam. Akibatnya adalah kerusakan pada infrastruktur pedesaan yang berujung pada penurunan drastis pada produksi beras dan hewan ternak. Rezim Khmer Merah yang kemudian berkuasa pada tahun 1975 menetapkan sektor pertanian, khususnya pertanian padi, sebagai fokus utama Presilla Mayasuri, Rucianawati dan Dina Srirahayu Ringkasan Hasil Penelitian .. 117pembangunan. Berbagai usaha dilakukan oleh pemerintah untuk membenahi dan meningkatkan produksi beras, mulai dari penggantian varietas padi, perluasan lahan pertanian, sampai dengan pembangunan sistem irigasi. Namun, semua itu berakhir dengan kegagalan. Terjadi beberapa kali surplus beras pada waktu-waktu tertentu, namun semua itu diperuntukkan bagi kepentingan tentara atau dipertukarkan dengan senjata. Pada tahun 1979, perang telah menghancurkan hampir semua infrastruktur pertanian, begitu pula dengan sumber daya manusianya. Sepanjang sisa dekade 1980an, Pemerintah Revolusi Rakyat Kamboja terus berusaha merehabilitasi pertanian padi sebagai prioritas nasional walaupun dengan sumber daya yang minim. Pemerintah pun melakukan kolektivisasi dan mengambil alih lahan pertanian. Kolektivisasi diterapkan karena dianggap sebagai cara yang terbaik untuk berbagi hasil pertanian yang sedikit. Pemerintah juga melibatkan Vietnam dalam usaha perbaikan pertanian padi, misalnya melalui varietas yang baru dan mekanisasi. Memang terjadi kemajuan dalam hal sumber daya manusia, namun panen yang dihasilkan tidak mencukupi untuk menjamin ketahanan pangan masyarakat. Tahun 1989, setelah pemerintah mengganti namanya menjadi The State of Cambodia, pemerintah melakukan sejumlah perubahan kebijakan. Ekonomi pasar dilembagakan dan reformasi lahan dilakukan. Di sini pemerintah mengakui kepemilikan tanah secara pribadi. Tanah komunal dibagi secara adil dalam setiap komunitas kepada keluarga yang dihitung berdasarkan jumlah orang dalam setiap rumah tangga Helmer, 1997.Di awal dekade 1990-an, sektor pertanian mendapatkan prioritas nasional dalam kebijakan pembangunan. Strategi pembangunan pertanian dirancang untuk memperbaiki kondisi ketahanan pangan, menstimulasi pertumbuhan ekonomi, meningkatkan penghasilan di pedesaan, dan membangun industri ekspor pertanian RGOC dan FAO dikutip oleh Helmers, 1997. Pertanian padi di Kamboja di awal tahun 1990-an banyak dilakukan terutama di daerah pedesaan. Luas lahan pertanian padi bervariasi, tergantung dari tingkat kepadatan penduduk. Semakin padat penduduknya maka semakin sempit lahan pertanian yang dimiliki, begitu pun sebaliknya. Pertanian padi masih didominasi oleh sistem tadah hujan. Pekerja perempuan lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan laki-laki. Hewan ternak, seperti kerbau, masih banyak digunakan dalam proses pembajakan sawah. Namun, penggunaan mesin dalam produksi beras mulai menyebar ke beberapa daerah. Penyebaran teknologi untuk pertanian sistem tadah hujan telah dapat menghasilkan surplus beras yang dipergunakan untuk diperdagangkan Helmers, 1997. Perdagangan beras menjadi perdagangan ekonomi yang utama, walaupun terdapat produk pertanian lainnya yang hasilnya lebih baik, seperti jagung, ubi, kacang-kacangan, sayuran, dan buah-buahan. Beras diperdagangkan untuk memenuhi kebutuhan di kota-kota besar dan kecil, serta di daerah pedesaan yang desit beras. Perdagangan beras ini dilakukan 118 Jurnal Kajian Wilayah, Vol. 9 2018 secara tunai atau dibarter dengan komoditas lain, barang, atau jasa di pasar informal. Dibandingkan dengan komoditas yang lain, beras memiliki dampak ekonomi yang besar karena melibatkan sektor jasa, seperti pengolahan hasil pertanian, persiapan dan pemanenan lahan, transportasi, dan perdagangan grosir dan eceran Cameron & Twyford-Jones, Helmers, 1997. Saat ini, pertanian padi banyak diusahakan di sekitar Danau Tonle Sap yang mendapatkan cukup air dari Sungai Mekong dan Bassac. Beberapa provinsi penting pertanian padi adalah Battambang, Banteay Mean Chey, Siem Reap, Kampong Cham, Takeo, dan Prey Veng ADB & UNEP, 2004. Beberapa tahun belakang ini, luas area pertanian mencapai tiga juta hektare, dan lebih dari dua juta penduduk berprofesi sebagai petani padi VOV, 2018. MEMBANGUN PERTANIAN PADI, MENINGKATKAN PRODUKSI BERASDengan berbagai persoalan yang dimiliki, tidak heran bila pertanian padi di Kamboja memiliki tingkat produktivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis pertaniannya lainnya. Misalnya saja antara tahun 2000-2009, produktivitas pertanian padi hanya 8,31% sedangkan pertanian jagung bisa mencapai 14,08%; singkong 40,98%; kacang hijau 11,52%, dan kacang kedelai 16,81% MAFF, 2010. Rendahnya produktivitas pertanian padi berpengaruh terhadap perbaikan standar hidup, mengurangi kemiskinan, dan mempercepat pertumbuhan ekonomi masyarakat pedesaan Theng & Flower, 2013. Hal ini sangat disadari oleh pemerintah Kamboja yang kemudian memprioritaskan pertanian padi sebagai sektor utama dalam upaya pengentasan kemiskinan di pedesaan. Oleh karena itu, Kamboja berusaha untuk melakukan beberapa upaya untuk mengatasi berbagai persoalan dalam pertanian padinya, seperti perluasan jasa penyuluh pertanian, pembangunan sektor bibit, dan pembangunan sistem JASA PENYULUHAN DI BIDANG PERTANIANPerluasan jasa penyuluh pertanian hingga ke tingkat komunitas menjadi perhatian utama dari Pemerintah Kamboja dalam membangun sektor pertanian padi. Tujuannya adalah untuk menambah pengetahuan para petani tentang teknik-teknik bertani dan teknologi pertanian sehingga petani dapat meningkatkan dan memperbaiki hasil panen. Pengetahuan yang diajarkan oleh tenaga penyuluh pertanian kepada petani meliputi cara mengontrol hama, menanam padi, perbaikan varietas, pemilihan bibit, aplikasi penggunaan pupuk kimia, kompos, dan manajemen air untuk pertanian padi. Tanggung jawab untuk melakukan perluasan jasa penyuluhan berada di tangan The Ministry of Agriculture, Forestry, and Fisheries MAFF. Jumlah penyuluh di Kamboja berjumlah orang, dimana 90%-nya bekerja sebagai petugas lapangan IFPRI, 2011. Terdapat tiga tipe penyedia Presilla Mayasuri, Rucianawati dan Dina Srirahayu Ringkasan Hasil Penelitian .. 119jasa penyuluhan di negara ini, yaitu Theng & Socheat 2013a. Lembaga pemerintahan, yaitu meliputi Departemen Penyuluh Pertanian dari MAFF, Ministry of Rural Development, Cambodia Agricultural Research and Development Institute CARDI, Royal University of Agriculture, Moharussey Vedic University, Prek Leap National College of Agriculture, and Kampong Cham National School of Organisasi swasta, yang meliputi perusahaan-perusahaan agribisnis yang terlibat dalam perdagangan input-input pertanian dan kontraktor pertanian NGO dan beberapa mitra pembangunan yang bekerjasama dengan stakeholder untuk menyediakan tenaga penyuluh pertanian dan sekolah petani. PENGEMBANGAN BENIHBenih merupakan salah satu elemen penting dalam pertanian padi. Benih unggul tidak hanya menghasilkan beras dengan kuantitas yang banyak, tetapi juga berdampak pada peningkatan kualitas produksi. Pentingnya kehadiran benih unggul membuat Pemerintah Kamboja berusaha untuk mengupayakan pembangunan sektor benih melalui lembaga-lembaga penelitian dan melibatkan pihak-pihak lain yang berkompeten. Salah satunya adalah International Rice Research Institute IRRI. IRRI merupakan lembaga penelitian bertaraf internasional yang berusaha untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi petani, konsumen, dan pemangku kepentingan di negara-negara penghasil beras di dunia. Di Kamboja, IRRI menjadi lembaga yang sangat berpengaruh dalam membangun pertanian padi. Lembaga ini berusaha untuk mengembangkan varietas padi baru dan metode pertanian untuk lahan dengan kondisi marginal dan sulit. Kolaborasi dalam bidang penelitian pertama kali dilakukan di era 1960-an. Bantuan besar IRRI pada pertanian padi Kamboja adalah mendapatkan kembali varietas-varietas padi yang hilang akibat perang saudara. IRRI membantu Kamboja dalam hal pendampingan pembangunan sistem penelitian padi, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan penelitian beras IRRI, 2014a. Pihak lain yang terlibat dalam pembangunan varietas padi unggul di Kamboja adalah CARDI. Keterlibatan CARDI dalam pembangunan sektor ini adalah karena CARDI memandang pentingnya perbaikan benih untuk meningkatkan pendapatan petani. Tugas yang dilakukan oleh CARDI adalah mempertahankan varietas lokal, membuat dan mengeluarkan benih unggulan baru, memproduksi dan mempertahankan suplai benih indukan bagi petani benih, serta mendidik petani dan petani benih tentang varietas padi dan teknik-teknik produksinya. Dalam menjalankan tugasnya, CARDI memanfaatkan jaringan kerjasama dan menggandeng banyak pihak dari dalam dan luar negeri, seperti the Cambodian Center for Study and Development in Agriculture/Centre d’Etude at de Development Agricole 120 Jurnal Kajian Wilayah, Vol. 9 2018 Cambodgien CEDAC, Cambodia’s leading Independent Development Policy Research Institute CDRI, Australian Center for International Agricultural Research ACIAR, Australian Agency for International Development AusAID, Asia Development Bank ADB, Food and Agricultural Organization FAO, International Rice Research Institute IRRI, University of Queensland Australia, University of Tokyo Japan, Chiang Mai University, Cuulong Delta Rice Research Institute CDRRI, dan Deutsche Gessellschaft Fuer Technisch Zusammenarbeit GTZ CARDI, 2011. Dari berbagai kolaborasi yang dilakukan, CARDI telah berhasil mengeluarkan sekitar 38 benih padi Srey, 2012. Salah satu varietas unggulan yang dirilis oleh CARDI adalah Phka Rumduol Phka Malis atau Cambodia Jasmine Rice pada tahun 1999. Karena rasanya yang enak, wangi, dan teksturnya yang bagus, varietas ini memenangkan kompetisi The World Best Rice yang diadakan di Bali pada tahun 2012, dan kembali terpilih sebagai varietas beras terbaik pada Konferensi Rice Trade World di Hongkong pada tahun 2013 IRRI, 2014b. PEMBANGUNAN SISTEM IRIGASIKamboja merupakan negara yang kaya akan air, namun irigasi adalah salah satu persoalan besar dalam pertanian padi di Kamboja yang salah satunya terjadi karena variabilitas ketidakteraturan curah hujan yang cukup besar pada waktu musim hujan. Irigasi, parit, dan tambak dengan sistem yang cukup modern sebenarnya telah dibangun pada era Angkorian karena beras telah menjadi basis ekonomi kerajaan kala itu. Kejayaan irigasi dengan sistem super dan beras sebagai basis ekonomi berusaha dibangun kembali oleh rezim Khmer Merah yang berkuasa beberapa abad setelah itu, yaitu pada tahun 1975-1979. Obsesi tersebut diwujudkan dengan membangun banyak kanal, tanggul, dan bendungan karena ingin menjadi Kamboja sebagai negara pertanian padi yang tidak tergantung pada curah hujan. Penduduk di seluruh kota dan desa dikosongkan dan ditempatkan di beberapa daerah untuk bekerja menanam padi, menggali tanggul, irigasi, dan kanal. Tercatat sekitar tiga perempat dari jaringan kanal terbangun pada saat itu Fuller, 2008. Namun, karena rancangannya yang sangat buruk, banyak yang akhirnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya, tidak berguna, menggangu pengelolaan air, dan bahkan hanya sebagian kecil yang dapat digunakan untuk mengelola air di masa kini Sinath, 2002. Perbaikan sistem irigasi berkaitan erat dengan pertanian yang berpengaruh pada perbaikan kondisi ketahanan pangan negara, pengurangan kemiskinan di level lokal, dan pembangunan sosial ekonomi. Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan oleh Pemerintah Kamboja untuk mengatasi kendala dalam sistem irigasi. Beberapa proyek pembangunan dan rehabilitasi irigasi berbasis kanal dilakukan melalui kerjasama dengan beberapa negara, diantaranya Presilla Mayasuri, Rucianawati dan Dina Srirahayu Ringkasan Hasil Penelitian .. 121Australia, Jepang, Perancis, Korea Selatan, dan Belanda. Rehabilitasi sistem irigasi Kamboja juga melibatkan banyak institusi internasional, seperti Asian Development Bank ADB French Development Agency, Japan’s International Cooperation Agency JICA, Food and Agriculture Organization FAO, dan the World Bank Sinath, 2002 Di dalam negeri Kamboja sendiri, undang-undang dan kebijakan pengelolaan sumber daya air disusun secara bertahap sejak tahun 1993. Tanggung jawab untuk pengelolaan irigasi yang sebelumnya dipegang oleh the Ministry of Agriculture, Forestry, and Fisheries kemudian diserahkan kepada The Ministry of Water Resources and Meteorolgy MOWRAM yang dibentuk pada tahun 1998 Sinath, 2002. Dua kebijakan utama yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air adalah Strategi untuk Pertanian dan Air Strategy for Agriculture and Water/SAW pada tahun 2006 – 2010 dan Kebijakan Sumber Daya Air Nasional The National Water Resources Policy. Prestasi besar dalam menerapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air tersebut meliputi perluasan sawah kawasan budidaya irigasi, meningkatkan produktivitas padi, dan jaminan hak dan akses terhadap sumber daya air bagi masyarakat miskin. Cara yang ditempuh oleh pemerintah yaitu membentuk asosiasi penggunaan air irigasi di area persawahan yang diberi nama Komunitas Petani Pengguna Air Farmer Water User Community/FWCU serta membentuk Pengelolaan dan Pengembangan Irigasi Partisipatif Participatory Irrigation Management And Development/PIMD. Skala komunitas irigasi berbasis kanal memang sudah ada di Kamboja sejak dahulu, tetapi manajemen irigasi partisipatif merupakan hal baru di Kamboja. Pembentukkan keduanya dilakukan untuk meningkatkan partisipasi dan memberikan petani rasa memiliki terhadap irigasi, sehingga kanal-kanal dapat terpelihara dengan baik serta dapat meminimalkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah Sareth & Yasunobu, 2006. Sebagai tindak lanjut dari program SAW I tahun 2006 – 2010 dan Rencana Pembangunan Strategis Sektor Pertanian ASSDP 2006 – 2010 yang belum terimplementasi dengan sempurna, Pemerintah Kamboja melanjutkan program SAW II SAW Updated pada tahun 2010 – 2013 Sareth & Yasunobu, 2006. Pembangunan sistem irigasi dibutuhkan tidak hanya untuk produksi padi pada musim kemarau tetapi juga untuk menyetabilkan dan mengontrol air pada budidaya padi pada musim hujan. Namun pada saat ini, upaya lebih ditekankan pada pengembangan sistem irigasi musim kemarau. Tiga model sukses untuk intensikasi musim kemarau yang dapat diidentikasi antara lain adalah skema waduk di cekungan Tonle Sap; sistem kanal besar seperti di Takeo; dan pompa individu dari dalam tanah di Svay Rieng dan Prey Veng. Dengan adanya sistem ini maka budidaya sebanyak dua atau bahkan tiga kali masa tanam setiap tahun mungkin untuk dilakukan Johnston, Try, & de Silva, 2013. Dengan demikian, wajar bila saat ini sistem irigasi yang baik di Kamboja tidak 122 Jurnal Kajian Wilayah, Vol. 9 2018 hanya memberikan kontribusi terhadap peningkatan produksi pertanian, tetapi juga pada mata pencaharian kini menjadi negara yang patut diperhitungkan keberadaannya dalam pasar beras internasional. Usaha untuk bangkit dari keterpurukkan akibat perang dan konik di dalam negeri membuah hasil yang cukup memuaskan, walaupun belum sesukses Thailand dan Vietnam. Ekspor beras yang dapat dilakukan Kamboja menunjukkan bahwa negara ini telah dapat memproduksi beras melampaui kebutuhan dalam negeri. Usaha membangun sektor pertanian padi bukan sesuatu hal yang mudah bagi Kamboja yang terkendala oleh tiga persoalan, yaitu sistem irigasi, kapabilitas sumber daya manusia, dan lahan pertanian. Ketiganya memerlukan penanganan serius, yaitu optimalisasi pendayagunaan sumber daya alam dan sumber daya manusia untuk dapat mencapai produktivitas yang tinggi. Untuk mewujudkannya memang tidaklah mudah. Melihat dari apa yang telah dilakukan Kamboja, terpaku dan hanya menerapkan salah satu model pembangunan pertanian saja bukanlah hal yang bijak dilakukan. Karena tingginya tingkat kompleksitas persoalan yang dihadapi maka diperlukan gabungan penyelesaian, dalam hal ini yaitu pemanfaatan teknologi dan jejaring kerjasama. Keduanya penting untuk dilakukan karena keduanya saling terhubung melalui perkembangan teknologi yang sangat pesat. Berangkat dari kerangka di atas, penekanan penyelesaian persoalan sektor pertanian padi lakukan Kamboja pada tiga hal. Pertama, melakukan pembenahan sistem irigasi di berbagai daerah yang hancur akibat peperangan dan salah pengaturan di masa Khmer Merah melalui bantuan dan investasi dari pihak-pihak luar. Perhatian besar yang kedua diberikan pada peningkatan kapabilitas sumber daya manusia melalui perluasan jasa penyuluhan pertanian hingga ke tingkat komunitas. Dari jasa penyuluhan tersebut, petani mendapatkan banyak pengetahuan mengenai metode pertanian terbarukan yang berasal dari hasil penelitian. Sementara itu, untuk masalah lahan, Kamboja tidak secara eksplisit menyelesaikannya lewat reformasi lahan pertanian, tetapi lebih mengambil jalan mengembangkan sektor bibit melalui pengembangan lembaga-lembaga penelitian di dalam negeri dan pemanfaatan jaringan kerjasama dengan lembaga penelitian luar negeri atau internasional. Tujuannya adalah menciptakan varietas-varietas padi baru yang berkualitas tinggi dan adaptif terhadap lingkungan, walaupun petani memiliki luas lahan yang sempit, mereka bisa memproduksi beras secara maksimal dengan menggunakan varietas padi yang ACUANAsean Aairs. 2011. Cambodia’s rice production up despite oods in 2011. Diakses dari tanggal 10 Januari 2013 Presilla Mayasuri, Rucianawati dan Dina Srirahayu Ringkasan Hasil Penelitian .. 123Asian Development Bank ADB & United Nations Environment Programme UNEP. 2004. Greater Mekong sub region atlas of the K. 2009. Country spotlight Cambodia returns as a rice exporter. Dalam ,United State Departement of Agriculture, A report from the economic research service .Bansok, R., Phirun, N. & Chhun, C. 2011. Agricultural development and climate change the case of Cambodia. Working paper series 65. Phnom Penh CDRI Publication. Butwell, R. 1988. Sungai Mekong. negara, dan bangsa, 3. Jakarta Grolier International rice export 2011. 2011. Cambodia Organik . Diakses dari tanggal 2 Februari 2011. Partner. Diakses dari D.. 1998. A History of Cambodia. Chiang Mai Silkworm beras kamboja melonjak 125 ersen. 2013. Antara. Diakses dari tanggal 24 Juli berasnya menjulang, Kamboja makin percaya diri, 2013. Kompas. Diakses dari tanggal 10 September T. 2008. Cambodia revives deadly Pol Pot’s cannals. Diakses dari pada tanggal 27 Juli Y., & Ruttan, 1985. Agricultural development an international The John Hopkins University K. 1997. Rice in the Cambodian economy past and present. Dalam Nesbitt Ed., Rice production in Cambodia. Manila International Rice Research Institute. IFPRI. 2011. Extension and advisory services in Cambodia. Diakses dari tanggal 15 Oktober Rice Research Institute. 2014a. Rice research and capacity building. Diakses dari tanggal 20 Oktober 2014. 2014b. Cambodia rice variety named world’s best. Diakses dari tanggal 20 Oktober 2014. Johnston, R.; Try, R. M. & de Silva, S. 2013. Ground water for irrigation in Cambodia. Dalam Australian Centre for International Agricultural Research ICIAR. Issue brief Investing in water management to improve productivity of rice-based farming systems in Cambodia project. . , Sri Lanka 2010. Report 2009-2010. Phnom Penh H. J. 1997. Rice production in Cambodia. Phnom Penh 2014. Cambodia’s rice rich history. Diakses dari tanggal 1 Oktober 2019. Cambodia milled rice exports rise slightly. 2013. Phnom Penh PostDiakses dari tanggal 13 Oktober 2014. Ruttan, V. W. 1998. Models of agricultural development. Dalam C. K Eicher & J. M. Staatz Eds, International agricultural development 3rd Edition, hlm. 155-162. London John Hopkins University PressSareth, C. & Yasunobu, K. 2006. Recent irrigation policy and community irrigation system in Cambodia. Cambodian Journal of Agriculture, 7 2, 22-35. Phnom Penh CARDI. 124 Jurnal Kajian Wilayah, Vol. 9 2018 Sinath, C. 2002. Investment in land and water in Cambodia. Proceeding of the Regional Consultation-Food and Agriculture Organization of the United Nations. RAP PublicationSothorn, K., Chhun, C., Theng, V. & Sovannarith, S. 2011. Policy coherence in agricultural and rural development Cambodia. Working paper series No. 55 hlm. 1-68. Phnom Penh CDRI Publication. Srey, V. 2012. Seed sector development in Cambodia. Diakses dari tanggal 15 November V. & Flower, B. 2013. Policy priorities for raising rice yield and output in Cambodia. Annual development review 2013-2014 development inclusiveness, sustainability and governance in cambodia hlm 68-80 . A CDRI V. & Socheat, K. 2013. The impact of agricultural extension services on rice production evidence from panel data of nine rural villages in Cambodia. Annual development review 2013-2014 hlm 96-114. A CDRI 2010. Cambodia. Diakses dari tanggal 15 Januari Cambodia. 2012. Rice production increases as country moves toward 2015 export goal. Diakses dari tanggal 16 Januari 2018. Kamboja memperhebat pengembangan ekspor beras. Diakses dari tanggal 1 Oktober 2014. Ekspor beras kamboja meningkat drastis pada tahun 2013. Diakses dari tanggal 10 Oktober 2014. Yu, B. & Diao, X. 2011. Cambodia’s agricultural strategy future development options for the rice sector. A Policy discussion paper, 1-26. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication.
aktivitas pertanian padi dan jagung laos berpusat di wilayah1. aktivitas pertanian padi dan jagung laos berpusat di wilayah2. aktivitas pertanian padi dan jagung di Laos berpusat di wilayah 3. Aktivitas pertanian padi dan jagung di laos berpusat di wilayah sekitar. . .4. 12. Aktivitas pertanian padi dan jagung di Laos berpusat di wilayah sekitar .... a. Plato Bolovens b. Sungai Irrawaddy c. Sungai Mekong d. Pegunungan Annam jawab dengan bener ya aku itu psikopattapi boong atau nyawa bentar lagi deadline5. aktivitas pertanian padi dan jagung di laos berpusat di wilayah6. aktivitas pertanian padi dan jagung di laos berpusat di wilayah7. 10. Hasil utama pertanian laos adalaha. sayuran dan pisangb. padi dan singkongc. pepaya dan kelapad. padi dan jagungtolong bantu ya8. Mengapa wilayah Laos didominasi pertanian, sedangkan wilayah Laos juga di kelilingi oleh daratan?9. pertanian padi dan jagung di Laos berpusat di wilayah10. Kegiatan ekonomi utama penduduk Laos terletak pada sektor pertanian. Kegiatan pertanian padi dan jagung di Laos berpusat di wilayah . . . ..Sungai Irrawaddy Plato Bolovens Sungai Mekong Pegunungan Annam11. Padi dan jagung merupakan hasil utamapertanian dari Negara .... Laos12. aktivitas pertanian padi dan jagung di laos berpusat di wilayah sekitar bolovens irrawaddy mekong annam tolong di jawab yg benar yah'13. 3. Hasil utama pertanian Laos adalaha. sayuran dan pisangb. padi dan singkongpepaya dan kelapad. padi dan jagung14. Kegiatan ekonomi utama penduduk Laos terletak pada sektor pertanian. Kegiatan pertanian padi dan jagung di Laos berpusat di wilayah . . . . A. Sungai Irrawaddy B. Plato Bolovens C. Sungai Mekong D. Pegunungan Annam15. Kegiatan ekonomi utama penduduk laos terletak pada sektor pertanian. kegiatan pertanian padi dan jagung di laos berpusat di wilayah16. 12. Aktivitas pertanian padi dan jagung di Laos berpusat di wilayah sekitar.... a. Plato Bolovens b. Sungai Irrawaddy c. Sungai Mekong d. Pegunungan Annam17. 12. Hasil utama pertanian negara Laos adalah ....a. Padi dan jagungb. Ketela dan Kacang tanah dan tembakaud. Kapas dan padi18. Aktivitas pertanian padi dan jagung di laos berpusat di wilayah sekitar19. Kegiatan ekonomi penduduk laos pada sektor pertanian padi dan jagung di laos berpusat di wilayah20. Wilayah di laos yang menghasilkan padi jagung dan tembakau yaitu 1. aktivitas pertanian padi dan jagung laos berpusat di wilayah di sepanjang sungai mekong 2. aktivitas pertanian padi dan jagung di Laos berpusat di wilayah Di Sepanjang Sungai Mekong 3. Aktivitas pertanian padi dan jagung di laos berpusat di wilayah sekitar. . .Jawabansungai mekongPenjelasanmaaf klo salah 4. 12. Aktivitas pertanian padi dan jagung di Laos berpusat di wilayah sekitar .... a. Plato Bolovens b. Sungai Irrawaddy c. Sungai Mekong d. Pegunungan Annam jawab dengan bener ya aku itu psikopattapi boong atau nyawa bentar lagi deadlineJawabanc. Sungai Mekong Penjelasanjadikan jwb tercedasJawabanc. sungai MekongPenjelasansemoga membantu 5. aktivitas pertanian padi dan jagung di laos berpusat di wilayah di lalukan,di sepanjang Sungai Mekongsepanjang sungai mekong 6. aktivitas pertanian padi dan jagung di laos berpusat di wilayah Dilakukan di, sepanjang Sungai Mekongover the ablush ethylenesemoga benar ya....... 7. 10. Hasil utama pertanian laos adalaha. sayuran dan pisangb. padi dan singkongc. pepaya dan kelapad. padi dan jagungtolong bantu yaJawaban B. Padi dan singkong PenjelasanMata pencaharian utama penduduk Laos pada sektor pertanian. Hasil pertanian utamanya berupa padi, jagung, tembakau, kapas, kopi dan buah jeruk. Daerah pertanian umumnya berada di daerah dataran rendah terutama di tepi sungai Mekong. 8. Mengapa wilayah Laos didominasi pertanian, sedangkan wilayah Laos juga di kelilingi oleh daratan?Jawabanletaknya menjadikan negara tersebut sebagai pencegahan antara negara negara tetangga lebih kuat, serta jalan penghubung bagi perdagangan dan komunikasi 9. pertanian padi dan jagung di Laos berpusat di wilayah kalo gk slh d provinsi xiengkhoung dan houpphan 10. Kegiatan ekonomi utama penduduk Laos terletak pada sektor pertanian. Kegiatan pertanian padi dan jagung di Laos berpusat di wilayah . . . ..Sungai Irrawaddy Plato Bolovens Sungai Mekong Pegunungan AnnamJawaban Sungai Mekong Penjelasanberada di daerah dataran rendah terutama di tepi sungai MekongJawabansungai mekongPenjelasandari pekalongan 11. Padi dan jagung merupakan hasil utamapertanian dari Negara .... LaosJawaband laosmaaf kalau salah 12. aktivitas pertanian padi dan jagung di laos berpusat di wilayah sekitar bolovens irrawaddy mekong annam tolong di jawab yg benar yah'Jawabanc. sungai MekongPenjelasan semoga membantu 13. 3. Hasil utama pertanian Laos adalaha. sayuran dan pisangb. padi dan singkongpepaya dan kelapad. padi dan jagungJawaban dan jagungPenjelasankarena biasanya pertanian berada di dataran rendahJawabanb. padi dan singkongsmoga mbntu. 14. Kegiatan ekonomi utama penduduk Laos terletak pada sektor pertanian. Kegiatan pertanian padi dan jagung di Laos berpusat di wilayah . . . . A. Sungai Irrawaddy B. Plato Bolovens C. Sungai Mekong D. Pegunungan AnnamJawabanpegunungan annamPenjelasankarena tanaman akan tumbuh baik jika ditanam di pegunungan/dataran tinggi 15. Kegiatan ekonomi utama penduduk laos terletak pada sektor pertanian. kegiatan pertanian padi dan jagung di laos berpusat di wilayahJawabansekitar sungai mengkong 16. 12. Aktivitas pertanian padi dan jagung di Laos berpusat di wilayah sekitar.... a. Plato Bolovens b. Sungai Irrawaddy c. Sungai Mekong d. Pegunungan AnnamJawabanc. sungai Mekong SEMOGA MEMBANTU MAAF KALO SALAH 17. 12. Hasil utama pertanian negara Laos adalah ....a. Padi dan jagungb. Ketela dan Kacang tanah dan tembakaud. Kapas dan padiJawabana. Padi dan jagungPenjelasanMata pencaharian utama penduduk Laos pada sektor pertanian. Hasil pertanian utamanya berupa padi, jagung, tembakau, kapas, kopi dan buah jeruk. Daerah pertanian umumnya berada di daerah dataran rendah terutama di tepi sungai tanah dan tenbakauPenjelasanmaaf kalau salah BRO 18. Aktivitas pertanian padi dan jagung di laos berpusat di wilayah sekitarPenjelasandi sepanjang sungai Mekong SEMOGA MEMBANTU 19. Kegiatan ekonomi penduduk laos pada sektor pertanian padi dan jagung di laos berpusat di wilayah berada di daerah dataran rendah terutama di tepi sungai Mekong 20. Wilayah di laos yang menghasilkan padi jagung dan tembakau yaituJawaban sungai mekongPenjelasanSemoga membantu^^
aktivitas pertanian padi dan jagung di laos berpusat di wilayah